Tuesday, October 1, 2013

Asi atau Tidak ? Cangkir atau Dot ?

Haiii..

Bermula dari status salah satu teman saya di Facebook yang intinya teman saya itu miris  melihat orang tua yang memposting foto anaknya yang baru beberapa bulan sudah minum susu dari dot, apa yang bisa dibanggakan anak megang dot padahal usianya baru beberapa bulan. Latar belakang belakang teman saya ini adalah konselor laktasi. Dari post status teman saya itu katakanlah namanya Mrs X, komentar bermunculan baik yang responnya setuju dengan statusnya dia itu maupun tidak senang dengan statusnya itu. Yang setuju tentulah ibu-ibu yang menyusui langsung anaknya sesuai kaidah (caelah!! kaidah) manajemen asi maupun asip yang direkomendasikan oleh para ahli. Seperti menyusui ASIP tidak boleh pake dot harus pakai gelas atau sendok, karena kalau pakai dot bikin gigi rusak dan nanti bingung puting. Yang tidak setuju tentu saja para ibu-ibu yang tidak menyusui anaknya atau menggunakan dot. Kalau mungkin teman saya ini tidak nulis di FB mungkin, respon yang tidak suka tidak sebanyak itu. Yang namanya FB pastilah isinya teman-teman kita. Apapun status yang kita posting di FB sudah pasti dibaca oleh teman-teman kita berbeda dengan blog, kalau mau baca blog pasti seseorang harus buka blognya dulu kan, kalau gak suka ya tidak usah liaht blognya (makanya saya lebih bebas nulis di blog.. hehe)

Kalau saya sendiri, saya menyusui L selama 2 tahun, asi ekslusif 6 bulan. L sempat menggunakan dot ketika saya masih kerja waktu usianya 2 bulan - 5 bulan (usia 6 bulan juga kadang dia masih pakai dot juga siy.. hehe). Saya juga pernah posting dia foto dia pakai dot pas usia dia 1 bulan-an kalau gak salah. Alesannya seneng aja, segala hal yang baru yang seorang anak lakukan pasti seorang ibu seneng donkkk.. Dari mulai nonggeng pertama, gigi pertama sampai dia jatuh pertama juga kalau bisa siy di foto juga.. Hahaha. Curhat dikit L jatuh pertama pas usia dia 7 bulan karena apa ? Mamanya ketiduran (jeduuggg!!!).

Oke kembali ke soal post status tersebut. Jujur !! baca statusnya temen saya itu, saya agak kesel tapi langsung istighfar aja (paling komentar Apaan siy ini ? Anakmu anakmu, anakku anakku. hihi!!). Yaaa mungkin teman saya tidak mengetahui latar belakang dibalik postingan foto anak yang sedang megang botol dot tersebut. Seperti saya bilang, saya juga post foto anak saya megang dot (hehehe). 

Kalau saya sendiri kenapa anak saya minum dari dot  karena mama saya alias neneknya si L, gak bisa kalau harus ngasih minum dari cangkir atau sendok, katanya sayang kebuang-buang gimanapun asi kan dari darah ibunya. Saya menghargai mama saya dan tidak mau merepotkan mama saya. Udah mau dibantuin ngurusin anak aja, saya udah bersyukur banget ampe guling guling. Walaupun ada baby sitter, tapi saya gak mau bayi saya dipegang baby sitter. Namanya baby sitter tetap aja orang lain, saya lebih percaya sama mama saya. Isi dot itu sendiri tetaplah ASIP doonk. Pada awalnya saya sempet berdebat sama mama saya, jujur yang saya paling takutkan adalah anak saya bingung puting. Tapi satu omongan mama saya yang menguatkan saya "Kamu harus percaya anak kamu pintar, dia bisa bedain antara puting ibunya dan dot bayi. Gimanapun rasa puting dan dot itu beda. Kamu harus percaya dan yakin anak kamu gak akan bingung puting selama kamu kamu masih sering nyusuin dia langsung". Omongan mama saya menyakinkan saya, saya harus percaya sama anak saya dan saya berhenti berdebat soal pakai dot atau cangkir buat ASIP. Intinya kalau saya sendiri mempercayai instuisi saya kepada sebagai seorang Ibu. Alhamdulillah anak saya tidak pernah bingung puting, ketika usia 6 bulan dia sudah bisa minum dari sedotan lalu belajar minum dari gelas tanpa ada masalah. Giginya juga gak rusak. Ya mungkin bener kata Mama saya, seorang ibu harus percaya anaknya pasti bisa. Ini nih foto anak saya ngedot, umurnya sekitar 1 bulan.


Saya dulu juga termasuk orang yang memandang Ibu yang tidak mau memberikan ASI ke anaknya adalah Ibu yang kurang berusaha. Tapi semua pendapat saya itu berubah ketika saya mengenal Ibu-ibu yang lain yang betapa mereka ingin sekali dan berusaha keras untuk menyusui anaknya. Malah usaha mereka supaya ASInya keluar lebih keras daripada usaha saya. Tapi ada beberapa kondisi yang mereka sudah malakukan segala daya upaya tapi emang ASI-nya tidak keluar. Ada lagi kisah seorang Ibu yang sebenarnya malessss banget menyusui anaknya, bagi dia menyusui anaknya adalah beban tapi herannya ASI malah keluar terus walaupun dia jarang menyusui. Bagi saya ASI seperti rezeki, kita bisa berusaha tapi semuanya kembali ke Tuhan apakah mau memberikan atau tidak. Segala teori mengenai Supply dan Demand seperti tidak berlaku dalam kasus mereka. Sedih lho perasaan para ibu yang sebenarnya ingin dan sudah berusaha supaya bisa ASIX anak-anaknya tapi tidak berhasil lalu disalahkan karena dianggap kurang berusaha.

Saya sendiri punya pengalaman  masalah per-ASI-an. Waktu saya masih bekerja, saya akui saya kesulitan waktu dan tempat untuk memompa ASI, terutama masalah waktu kalau masalah tempat masih bisa diusahakan. Tidak semua tempat kerja memahami dan memfasilitasi ibu menyusui untuk bisa memompa asi, minimum dikasih waktu untuk memompa, lebih bagus dikasih fasilitas breastfeeding room. Karena kesulitan waktu, saya kejar-kejaran ASI banget. ASI hari ini untuk besok.  Padahal saya sudah tiap malam mompa ASI tapi gak tau kenapa, mompa ASI tiap malam gak pernah banyak (mungkin udah kecapean, ngantuk kali yaaa.. ). Waktu itu saya harus memilih tetap bekerja tetapi ada kemungkinan anak saya mungkin tidak bisa ASI Eksklusif  atau berhenti bekerja dan cita cita saya supaya Lativa bisa ASI 2 tahun terpenuhi. Kembali lagi itu adalah keputusan Ibu. Kondisi saya memungkinkan untuk berhenti bekerja, pencari nafkah utama di keluarga kami masih suami saya. Walaupun saya tidak bekerja, Mr A masih bisa menafkahi kita bertiga. Tapi lain ceritanya jika para Ibu tersebut adalah pencari nafkah utama di keluarga mereka, mungkin saja mereka harus memilih mengambil resiko kemungkinan anak mereka tidak bisa ASI Eksklusif.

Sekali lagi saya tidak mau menghakimi siapun, karena semua pilihan masing-masing. Tidak semua teori-teori yang ada bisa dipraktekan ke setiap orang. Untuk teman dan orang terdekat saya, tentu saja ketika mereka hamil, saya akan menganjurkan dan memberi semangat mereka untuk memberikan ASIX anaknya. Kreana bagaimanapun ASI banyak banget manfaatnya. Tetapi ketika ada kondisi dimana mereka tidak memungkinkan menyusui anaknya, sama sekali bukan hak saya untuk menggurui dan menghakimi mereka. Pecayalah melahirkan dan menyusui adalah bagian paling mudah dari keseluruhan proses pengasuhan anak (Its True!!).

Love,
S
Follow my instagram & twitter @sashashafia











What I'm Wearing Today - My Most Favorite Color

Turquoise, Fuschia, and Lime. Yes the are my most favorite color. :)


 




Outfit :
Shawl : H&M
Fushia Top : Dhiyaa
Lime Top : Unbranded
Pants : Mango
Shoes : Charles & Keith
My Fashion Story Photos : What I'm Wearing Today

Monday, September 30, 2013

Tumbkin Surgery Part 2

Haaii..

Lanjutin post saya sebelumnya Tumbkin Surgery Part 1, sekarang cerita sedikit lanjutan tentang masalah perjempolan saya ini.

Sebenarnya operasi kedua udah lama juga cuman sayangnya saya baru sempet post sekarang. Maklumlah si L akhir-akhir ini maunya nempel mulu, kalau saya lagi manteng depan komputer udah pastilah dia gangguin terus. Sampe-sampe ke toko bangunan aja saya ajak. Biarin ajalah biar dia tau harga semen, pasir, besi (emang anaknya mau jadi tukang bangunan buuu??)

Okay balik lagi masalah perjempolan ini. Alhamdulillah operasi jempol kedua alias operasi angkat pen ini selesainya lebih cepet gak sampai satu jam, mungkin setengah jam kali. Gak deh saya sok tau aja, wong lagi terbius total mana merhatiin jam! Pokoknya pastinya lebih cepet deh, namanya juga nyopot harusnya lebih cepet dari pada pasang. Bangun rumah dan robohin rumah aja lebih cepet robohin rumah (perbandingan yang gak jelas ! Hahaha )

Sebelumnya saya pikir pasca operasi kedua  ini sama dengan pasca operasi pertama. Ada efek anestesi kayak mual-mual, mabok dan gak mau makan. Makanya waktu Mr A tanya mau rawat inap atau gak, saya dengan pasti dan semangat 45 jawab MAAUUU!!!

Ternyata eh ternyata efek anestesi pasca operasi kedua ini gak ada mual-mualnya boro-boro gak mau makan, malah nafsu makan meninggi banget. Saya jadi mikir, ehhmm obat anestasinya diganti kali ya, soalnya waktu pasca operasi pertama saya curhat kalau saya mual dan gak nafsu makan. FYI ya para perempuan kalau abis operasi GAK BOLEH DIET. Okaayy soal mau diganti atau gak terserah aja deh yang penting efek ke saya baik-baik aja (nyengiir lebaarr ). 

Kalau sekarang ditanya kondisi jempol saya gimana, alhamdulillah udah baik-baik aja udah lurus sempurna cuman emang belom bisa nekuk sempurna, katanya otot-ototnya masih kaku-kaku Jadi inget pelajaran sekolah dulu Luka KakiKu Lukakah Kakikau, Kakiku Kaku Kaku => GAK PENTING BANGET POST SAYA INI.

Sayangnya saya gak punya foto jempol saya pasca operasi, bentuknya menjijikan gitu, kulitnya item-item tapi setelah beberapa hari kulit-kulitnya ngeletok ganti kulit baru jadinya bagus lagi. Kalau saya mau foto kondisi jempol saya sekarang kayak kepedean banget yah, soalnya jari saya seperti umumnya jari-jari perempuan indonesia (Gak perlu digambarkan yaaa), kalau jari saya macam jari Kim Kardashians atau Paris Hilton lengkap dengan French Manicure dan Nail Gel bolehlah dipamerkan kayak dibawah ini. hehehehe

Ini bukan jari saya. Kebagusan!



Love,
Sasha Shafia

Sunday, September 29, 2013

What I'm Wearing Today - High School Sweater

Actually, ini sweater yang dikasih salah satu sahabat saya waktu SMA. Lagi bongkar lemari, ketemu sweater ini, Alhamdulillah masih muat. Hehe.





Outfit :
Sweater : From my Friend
Tube Dress : Forever21
Bag : Coach
Shoes : Charles & Keith
Shawl : Unbranded



My Fashion Story Photos :  What I'm Wearing Today
 

Saturday, September 28, 2013

What I'm Wearing Today - My Old Blazer


Blazer ini adalah blazer lama yang saya pakai waktu belum menikah dulu, alhamdulillah sekarang muat lagi. :)




Blazer : Invio
Jeans : Forever21
Top : Sasha Shafia design
Scarf : H&M
Shoes : Pedro
Bag : Chanel

My Other Style Photos : What I'm Wearing Today

Wednesday, September 18, 2013

99 Cahaya di Langit Eropa

Halooo,

Oke, saya mau post ini karena ini adalah salah satu novel yang saya baca. Saya gak tau gimana mama saya ngajarin saya supaya cintaaa banget sama buku. Yang jelas saya dan adik laki-laki saya penggila buku. Buku, majalah, novel semua saya suka baca. Bahkan majalah TEMPO selalu jadi rembutan antara papa, saya, dan adik laki-laki saya. Saya baca majalah-majalah TEMPO dan INTISARI dari mulai SMP lhoo(betapa kutu bukunya saya..!!)

Baiklah fokus kembali ke post sesuai judul. Asal mula saya ketemu novel ini di Gramedia. Biasanya kalau saya ke toko buku saya gak pernah tau mau beli apa, kayak cuci mata aja walaupun pasti aja ada buku yang ditenteng. Saya maleeees kalau harus berkeliling ke rak-rak buku yang berjejer, biasanya saya pasti ke bagian buku laris atau new arrival. Disinilah saya liat buku ini. Hmmmm sejak saya mutusin untuk pakai Jilbab, saya memang lebih tertarik baca-baca buku bacaan ringan tentang keislaman. Judul 99 Cahaya di Langit Eropa, bikin saya penasaran.

 

Singkat cerita, novel ini meceritakan kisah perjalanan mba Hanum Rais selama beberapa tahun di Eropa mengikuti tugas suaminya. Ada banyak bahasan menarik yang bisa dibaca pada novel. Dan bagi saya sendiri saya bersyukur saya tinggal di Indonesia, yang mayoritas penduduk mayoritas sehingga tidak terlalu banyak sikap diskriminasi dan sebagainya karena hijab yang saya pakai. 

Salah satu yang ditulis mba Hanum di novelnya, ketika dia dan seorang temannya namanya Fatma (kalau gak salah, saya lupa.. hehe) lagi di sebuah cafe di Austria. Ketika disana di dekat meja mereka ada sekelompok orang yang yang sedah membahas tentang Croissant. Jadi sekelompok orang tersebut bercanda kalau mereka makan croissant berarti makan Islam karena bentuk croissant seperti bendera turki (Saya percaya mereka bercanda.. think positive sodara sodara!!). Okeh tanggapan Fatma ini sangat elegan menurut saya, dia panggil pelayan dan bayarin sekelompok orang tersebut (tanpa mereka tau pastinya yaaa) sambil memberi catatan namanya dan emailnya dan kasih tau bahwa dia muslim. Hahahahaha kebanyang bingungnya sekelompok orang itu mau bayar tiba-tiba tagihannya ternyata udah dibayar oleh seseorang yang agamanya baru saja mereka jadikan bahan bercandan. Hebat FATMA !! ==> saya SKSD  padahal gak kenal. hihi. 

Saya belajar dari Fatma ini. Jujur aja walaupun saya tinggal di Indonesia tetap aja ada aja orang-orang yang berkata negatif pada awal-awal saya pake hijab. Tapi kalau kita diomongin orang diemin aja, kalau perlu jauhin aja daripada emosi.

Kedua tentang Turki.Gara-gara baca novel ini saya jadi penasaran pengen ke Turki. Ke Spanyol dan Austrianya juga kepengen siyy tapi apa daya belom ada kesempatan, mudaha-mudahan ada rezekinya kapan kapan bisa kesana. Ngarep!! Detailnya nanti saya post di bahasan khusus pas saya ke Turki.

Ketiga tentang Louvre. Aahhh saya baca novel ini nyeeeeseeeelll banget waktu saya ke Louvre gak ke bagian Islamic History. Maklumlah dulu pake tour jadi ngikut aja apa kata tour leader.Ternyata di Islamic Section ini banyak souvenur atau hadiah dari Khalifah Islam untuk Raja-Raja di Eropa yang bertuliskan kaligrafi Arab kuno. Mudah-mudahan suatu saat saya dikasih kesempatan untuk kesini lagi. Amiin. Selain tentang Louvre, hal yang menarik bagi saya certa tentang Masjid Agung Paris (Saya lupa namanya apa, susah pakai bahasa Perancis). Jadi ada kisah ketika Paris jatuh ke tangam NAZI, salah satu imam Masjid ini menyembunyikan ratusan Yahudi di dalam Masjid. Kebanyang kalau ketahuan, nyawa jadi taruhannya. Inilah menurut saya Islam yang sebenarnya mengajarkan kebaikan, kasih sayang, kerukunan beragama. Saya sendiri berteman dengan pemeluk agama lain dan saya berhubungan baik dengan mereka. Sayang sekali kalau agama dijadikan alasan untuk membenci atau menghakimi orang lain (ceritanya lagi serius book!!)

Kalau saya ceritain semuanya kayaknya panjang ya, kalau penasaran beli aja bukunya.. hehehehe


Love,
S
Follow my instagram & twitter



@sashashafia


 



Monday, September 16, 2013

Living in Our Parents House

Halooo..

Yup! dulu saya dan Mr A ketika belum nikah memang rencananya mau tinggal di rumah orang tua saya dulu setelah menikah. Mengapa eh mengapa ? Karena kasian donk orang tua udah besarin cape cape anak gadisnya, masa iya abis akad langsung dibawa pergi, paling gak transisinya pelan pelan gitu. Susah juga tenyata cari laki-laki yang bisa memahami itu, untuk saya ketemu si Mr A yang sangat family oriented dan ngerti kalau gak segampang itu orang tua tiba tiba pisah sama anak perempuannya.

Awalnya kita sepakat tinggal di rumah orang tua mungkin 2 tahun aja abis itu pindah ke rumah sendiri di daerah Cibubur. Eeeeehhh pas cucu pertama lahir makin susahlah ini si nenek dan si kakek pisah sama si cucu. Ternyata bener lho cucu emang lebih disayang daripada anak (edisi jealous....).

Ternyata rencana kita untuk pindah dari rumah ortu setelah 2 tahun tidak terlaksana. Si Mr A yang emang orangnya gak tegaan kalau yang namanya sama orang tua, milih tetap stay dulu di rumah ortu sampai kita dapet rumah di dekat rumah orang tua saya. Akhirnya rumah Cibubur itu bukannya kita jual malah kita kontrakin ke ekspatriat .

Sebenarnya orang tua saya baik-baik aja dan seneng-seneng aja kalau saya masih tinggal disitu. Tapi saya gak enak juga misalnya kalau teman-teman saya dan suami main gak bisa malem banget pulangnya. Saya dan teman-teman yang mantan anak muda yang sekarang jadi orang tua kalau uda ngumpul suka lupa kalau kita udah ibu ibu dan bapak bapak. Tetap aja kalau cekikikan menggelegar dan mambahana. Gak enak donk sama orang tua tengah malem masih keberisikan.

Perjalanan mencari rumah di daerah dekat rumah orang tua dimulai. Saya dan Mr A punya kriteria sendiri dalam mencari rumah :
  1. Pertama dan utama deket sama orang tua saya. Kenapa ? Kasian anaknya cuman 3, kalau semua jauh jauh yang nemenin mereka siapa ? Sekarang masih seger ceria masih suka jalan-jalan, lha kalau udah tua banget kan musti ditemenin yaaa..
  2. Tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil juga. Minimum cukup kalau punya 2 anak. Kalau besar sepi ah kalau anak anak nanti udah nikah masa berduan aja. Tapi yang utama siy belom mampu belinya, alasan pertama hanya ALASAN BUALAN. (Jeduuurr!!)
  3. Lingkungan aman. Maksudnya lingkungan jalannya aman gak banyak lalu lalang mobil jadi dia bisa maen sepedaan dan maen ma tetangga. Masa anak saya macam dikerem aja di kamar, lama-lama jadi anak ayam gimana ??
  4. Lingkungan sekitar. Rata - rata tetangganya kayak gimana itu penting bagi saya dan suami. Lagi-lagi pasti dia hars besosialisasi donk masa jadi anti sosial. betul kan ibu-ibu ?
  5. Jangan ada disekitarnya yang pelihara ANJING. Saya takuuuttt banget ma anjing walaupun saya lebih takut sama kucing.
  6. Kalau deket sama Sekolah, RS, dan Supermarket gak terlalu jadi pertimbangan bagi saya. Karena ke sekolah juga pasti gak mungkin saya anter L jalan kaki bisa disemprit sama Mr A. Mr A paling gak mau anaknya kebakar matahari mungkin gak mau kayak dia kali yah hideung hideung gimana gitu. Kalau ke Supermarket gak mungkin juga saya gak bawa kendarannya, gimana nenteng belanjaanya. Kan tetap mau jadi mama mama belanja cantik (Ngareppp ciinn! ) 

Okelah singkat cerita (kalau diceritain semuanya bisa dua hari nulisnya), rumah yang kita mau gak ketemu. Rumah-rumah di cluster dengan lingkungan aman dan deket ma ortu harganya udah diatas 9 digit aja padahal rumah seciprit. Mr A yang kerjaannya keseringan melototion harga saham, suku bunga, ngobrol-ngobrol sama analis-analis keuangan, katanya rumah-rumah sekarang itu terlalu mahal dan adanya bahaya bubble mengancam. Bubble maksudnya bubble kayak mainan anak-anak gitu pa ? (hahaha gak deng maksudnya bubble macam kredit di amerika itu). Kalaupun kita tetap mau cari yang harga sesuai dengan rumahnya itu jauuuhh dari rumah orang tua saya (Yaaahh gak kecapai donk mau nyenengin orang tuanya). Akhirnya setelah mikir masak masak dengan api kecil, kita m]mutusin bangun di belakang rumah orang tua aja. Dari dulu orang tua sebenernya udah nyuruh bangun rumah di tanah belakang orang tua. Sebagai cucu betawi, itu engkong saya punya semacam komplek keluarga yang ada rumah kurang lebih 10 rumah anak cucunya dan ada beberapa tanah yang masih kosong. Tapi dulu karena faktor idealisme gak mau bangun disana. Tapi akhirnya secara logis dan demi keamanan dan kenyamanan L, so we decide to build our house there. hihi.

Next story tentang rumahketar ketir urusan bobol tabungan, kpr renovasi, dan sebagainya.

Love,
S
Instagram @sashashafia